
Angkatan Kerja Perempuan Masih Rendah, Menaker: Budaya Patriarki Masih Mengakar
Angkatan Kerja Perempuan Masih Rendah, Menaker: Budaya Patriarki Masih Mengakar
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, suasana pemberdayaan perempuan di sektor ketenagakerjaan masih hadapi beberapa tantangan klasik. Pertama, perihal partisipasi perempuan di dunia kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap Februari 2024 menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan masih berada jauh di bawah laki-laki, di mana TPAK laki-laki sebesar 83,6 % dan perempuan hanya sebesar 54,2 persen. “Hal inilah penyebab hanya 40 % berasal dari 144 juta angkatan kerja kami yang perempuan. Padahal 1/2 berasal dari populasi kami kala ini adalah perempuan. Temuan ini sedikit banyak perihal dengan budaya patriarki yang masih mengakar dan mengidentikkan perempuan dengan pekerjaan di ranah domestik,” katanya secara virtual dalam acara Women in Leadership
Tantangan lanjut Menaker, juga nampak berasal dari masih adanya ketimpangan dalam hal pendidikan dan kompetensi yang sesungguhnya merupakan modal dasar untuk berdaya. Ida bilang, semakin tinggi pendidikan perempuan maka akan semakin besar proporsinya yang masuk ke pasar kerja. “Sementara knowledge justru menunjukkan bahwa persentase angkatan kerja perempuan yang berpendidikan rendah lebih besar dibandingkan laki-laki.Selanjutnya, Data juga menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan upah pada pekerja laki-laki dan perempuan. Selain masih terus menerus berasal dari tahun ke tahun diskriminasi ini juga ditemukan terhadap seluruh tingkatan latar belakang pendidikan, kelompok usia hingga jenis pekerjaan,” tuturnya.
Lebih lanjut kembali kata Menaker, knowledge menunjukkan bahwa tingkat pengangguran perempuan selalu lebih rendah kalau dibandingkan dengan laki-laki. Akan namun mayoritas perempuan bekerja di sektor informal dengan persentase capai 65 persen, jauh lebih tinggi dibanding laki-laki yang hanya 56 persen. “Bekerja di sektor informal pasti mempunyai dampak kepada upah dan pertolongan sosial yang lebih sedikit. Sehingga banyak pekerja perempuan berada dalam posisi yang lebih rentan,” ujarnya kepada team https://learn-jobs-careers.com/.
United Nations Development Programme
Menurut laporan United Nations Development Programme (UNDP) terhadap 2020, Indonesia mempunyai skor indeks ketimpangan gender di peringkat 121 berasal dari 162 negara. Indonesia merupakan peringkat terbawah dibandingkan negara-negara G20 lainnya. Riset McKinsey menunjukkan, Indonesia bisa tingkatkan produk domestik bruto/PDBnya sebesar 9 % terhadap 2025, jikalau tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat, lebih banyak perempuan bekerja penuh waktu, dan lebih banyak perempuan bekerja di sektor dengan produktivitas tinggi layaknya manufaktur. Hal ini menurutnya, jadi semakin penting di masa puncak bonus demografi yang tengah dialami Indonesia, di mana jumlah perempuan usia kerja amat besar dan mempunyai potensi yang amat signifikan bagi perkembangan dan pembangunan ekonomi bangsa.
“Untuk itu, sikap pemerintah juga lewat Kemenaker sudah sadar bahwa tidak boleh ada diskriminasi gender gara-gara posisi laki-laki dan perempuan adalah setara. Pengakuan prinsip-prinsip kesetaraan gender sudah ada dalam UUD 1945,” tegas Menaker.